Pemerintah Diminta Lindungi Industri Kretek Nasional

Jakarta –
Planning berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 utamanya terkait pengawalan zat adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 dan aturan turunannya dinilai akan semakin menghantam industri kretek nasional.
Ketua lazim Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi mengatakan, penerapan aturan tersebut akan mematikan kelancaran industri kretek nasional.
“Pemerintah ditekan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang yaitu representasi kekuatan global yg merongrong kedaulatan bangsa. Kekuatan global itu diwakili FCTC selaku bentuk kolonialisme dengan jubah baru,” kata Homaidi dihubungi di Jakarta, Selasa (14/01/2025).
Dikatakan Homaidi, PP 28/2024 diantaranya mengendalikan pembatasan tar dan nikotin, melarang materi perhiasan dan penyeragaman bungkus yang tak sesuai dipraktekkan di Indonesia yang memiliki produk khas menyerupai kretek.
“Kretek berbahan baku tembakau setempat yang memiliki nikotin tinggi serta kandungan rempah menyerupai cengkeh. Dengan pelarangan materi tambahan, akan menghasilkan petani tembakau dan cengkeh menjadi tidak terserap hasil panennya,” ujar Homaidi.
Ia menegaskan, Indonesia memiliki alasan-alasan berefek untuk tidak meratifikasi FCTC. Pertama, Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap komoditas tembakau dan produk hasil tembakau. Negara sungguh bergantung pada komoditas ini selaku pendapatan negara. Cukai hasil tembakau (CHT) sendiri buat penerimaan negara menyumbang sekitar 96-97%.
“Pendapatan negara yang dipungut dari CHT tiap tahun ratusan triliunan, dan tahun 2024 realisasi CHT sebesar Rp 216,9 triliun,” ujar Homaidi.
Kedua, Industri kretek merupakan industri yang menunjukkan faedah besar bagi rakyat Indonesia. Industri ini memiliki tugas strategis baik dari tenaga kerja maupun segi penerimaan negara. Bahkan industri kretek yaitu satu-satunya industri yg terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
“Bisa kami bayangkan begitu besarnya orang yg terlibat dalam sektor industri kretek ini dan menggantungkan hidupnya dari sektor industri hasil tembakau,” imbuhnya.
Kepala kajian dan advokasi MPKI, Agus Surono mengatakan, MPKI memperlihatkan 3 usulan urgen bagi pemerintah demi bantuan industri kretek nasional. Pertama, perlu melakukan rembuk bareng dengan banyak sekali pemangku kepentingan secara berkelanjutan dalam rangka bagi menyeleksi roadmap kebijakan IHT ke depan.
“Roadmap ini dibutuhkan sanggup menjadi desain kebijakan yang menjadi penengah bagi banyak sekali kepentingan yg ada dan memberi kepastian buat pelaku kerja keras di industri tembakau,” kata Agus Surono.
Kedua, menolak semua bentuk intervensi terhadap pemerintah bagi mengaksesi FCTC. Saat ini klausul FCTC sudah menginfiltrasi lewat beberapa regulasi/kebijakan pemerintah yang mengancam kedaulatan nasional.
“MPKI menolak segala bentuk produk aturan yang mengancam kedaulatan petani tembakau dan cengkeh,” tegas Agus Surono.
Ketiga, melindungi industri kretek nasional dari segala bentuk gerakan dan konspirasi dari mana pun yang berusaha merusak kedaulatan kretek nasional.
“Kretek yaitu salah satu budaya Indonesia yg orisinil (iconic) dan tidak dimiliki negara lainnya. Sebagai warisan budaya Indonesia, sudah sepatutnya kalian melestarikan kretek menjadi budaya bangsa,” pungkas Agus.