Fintech

Tokenisasi Jadi Tren Gres Di Sektor Keuangan

ilustrasi blockchain
Foto: Internet

Jakarta

Adopsi teknologi blockchain yang makin pesat di sektor keuangan mendorong pengembangan tokenisasi aset oleh pelaku industri, tidak cuma fintech tapi juga institusi keuangan tradisional. Tokenisasi, yang merupakan proses mengkonversi aset fisik atau riil menjadi aset digital lewat jaringan blockchain, bikin apa yang kemudian disebut selaku tokenisasi aset dunia kasatmata (Real World Asset/RWA).

Meskipun masih dalam tahap awal, tokenisasi RWA makin menawan perhatian institusi keuangan alasannya menampilkan potensi besar dalam memajukan efisiensi, transparansi, dan likuiditas, sekaligus mendorong inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan (financial deepening).

Tigran Adhiwirya, co-CEO D3 Labs mengatakan, tokenisasi bukan gimmick semata, melainkan menenteng nilai tambah kasatmata bagi industri keuangan, utamanya dalam faktor likuiditas dan inklusivitas. Tigran menyaksikan sektor tokenisasi di Indonesia sanggup menjadi yang terdepan di tempat Asia Tenggara dan menjadi salah satu motor penting bagi ekonomi nasional

“Dengan minat pasar yang tinggi kepada penyelesaian dari tokenisasi dan juga proteksi dari regulator kepada blockchain lewat pelaksanaan regulatory sandbox (ruang uji coba), bikin potensi pengembangan tokenisasi di Indonesia masih sungguh besar,” kata Tigran, di Jakarta, Kamis (21/11/2024).

Salah satu pola implementasi tokenisasi di Indonesia merupakan kerja sama BTN bareng D3 Labs dalam menyebarkan produk tokenisasi aset properti pertama di Indonesia. Melalui denah Dana Investasi Real Estat (DIRE) berbasis teknologi blockchain, BTN telah merencanakan tokenisasi aset properti.

Setiyo Wibowo, Direktur Risk Management BTN menerangkan implementasi tokenisasi di sektor properti sanggup memiliki dampak pada donasi industri yang lebih signifikan kepada pertumbuhan ekonomi nasional. Ia mencontohkan bagaimana tokenisasi RWA sanggup mendukung pendanaan jadwal strategis pemerintah seumpama target membangun tiga juta rumah per tahun, alasannya memungkinkan likuiditas yang tinggi.

“Sebagai banker, pendanaan sanggup kita dapatkan, antara lain dari third party fund, time deposit, dan current account, yang pertumbuhannya rata-rata paling tinggi di kisaran 10-12 persen per tahun. Karena itu, dikehendaki pendanaan dari instrumen pasar seumpama Mortgage Backed Securities (MBS) atau DIRE. Lewat tokenisasi, ekspansi kanal ke instrumen seumpama MBS sanggup dijalankan sehingga mendukung pendalaman pasar (financial deepening),” kata Setiyo dalam salah satu sesi diskusi di Indonesia Blockchain Week 2024.

Tidak cuma Properti, asset lain berupa emas juga sanggup menjadi salah salah satu aset riil lain yang sanggup ditokenisasi. Dengan adanya tokenisasi diperkirakan bakal memudahkan penduduk dalam memiliki aset emas.

“Permintaan kepada emas itu tinggi, untuk itu tokenisasi menjadi penting alasannya sanggup bikin prosesnya lebih mudah, efisien, dan juga lebih likuid,” kata Teguh Wahyono, Direktur Teknologi Informasi dan Digital PT Pegadaian.

Selain memudahkan penduduk dalam hal berbelanja dan menyimpan emas, tokenisasi juga memungkinkan perusahaan untuk mencapai pasar lebih luas. “Karena dipecah lewat tokenisasi, denominasi sanggup lebih kecil. Suatu produk yang nilainya milyaran sanggup dipecah-pecah menjadi lebih kecil, sehingga sanggup lebih terjangkau oleh masyarakat. Untuk di sekarang ini (tokenisasi) kami masih siapkan, berkoordinasi dengan OJK,” tambah Teguh.

Djoko Kurnijanto, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK menerangkan pentingnya keseimbangan antara inovasi dan regulasi untuk menentukan pertumbuhan blockchain di Indonesia, tergolong tokenisasi. Kedepan menurutnya, teknologi ini akan mewarnai semua ranah kehidupan.

“Kita butuh layanan yang cepat, efisien, dan transparan, dan (ini) terjawab dengan teknologi blockchain. Tokenisasi, khususnya, akan memajukan likuiditas dan inklusivitas alasannya penanam modal sanggup berbelanja dalam jumlah kecil alasannya aset telah sanggup dipecah. Tantangan kedepan merupakan bagaimana memajukan literasi keuangan digital. Kolaborasi dan kerja sama jadi kunci,” ungkap Djoko.

Kini, ada sekitar 18,5 juta orang Indonesia atau 6,7% dari populasi yang memiliki aset digital, melebihi penanam modal saham yang berjumlah lebih dari 6 juta investor. Hal ini menjadi fondasi berpengaruh bagi perkembangan tokenisasi di Indonesia.

blockchainlikuiditasfintech

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *